My Strange Addiction: Instagram

Dua tahun lalu, saya termasuk orang yang enggan bersocial media. Facebook jarang aktif – lebih banyak digunakan untuk main game. Twitter dan social media lain juga hanya sekadar daftar, kemudian dilupakan. Hari ini, saya malah (nyaris) masuk kategori kecanduan untuk urusan social media. My strange addiction? Instagram.

Shallow Pleasure

Iya, kami – saya dan beberapa teman yang juga menyukai Instagram – menyebutnya shallow pleasure. Ada perasaan yang menyenangkan ketika foto saya di-Like banyak orang. Saya juga membiasakan diri membaca dan membalas komentar yang masuk; bukan karena terpaksa, tapi karena memang suka.

Fotografi memang bukan hobi yang baru buat saya. Saya mulai akrab dengan fotografi sejak kecil, dan mulai aktif motret dengan kamera SLR sejak SMP. Ketika akhirnya harus memilih antara Instagram atau Flickr, saya lebih memilih Instagram karena beberapa alasan.

Pertama, format milik Instagram terbilang unik. Meski masih ada beberapa foto yang bergaris putih di bagian atas dan bawahnya, saya menyukai tantangan membuat foto yang tampak bagus dalam format 1:1.

Instagram juga sangat praktis. Upload foto bisa dilakukan langsung dari ponsel. Tidak perlu foto beresolusi tinggi juga; rata-rata foto yang diupload ke akun Instagram saya berukuran 1800 x 1800 pixel.

Lastly, Instagram lebih ‘sosial’ dari layanan sejenis. Interaksi antar penggunanya lebih menyenangkan. Setidaknya itu yang saya alami selama ini.

The Strange Addiction

Karena penasaran, dan karena iseng mencoba Iconosquare, saya akhirnya menelusuri hal-hal yang sudah saya lakukan di Instagram. This trip down memory lane was quite interesting. Ternyata saya baru bergabung dengan Instagram pada bulan Juli tahun 2013. Ini berarti usia akun Instagram saya baru satu tahun lebih sedikit.

Selama satu tahun ini, ada 433 foto yang saya post ke Instagram. Jumlah ini berdasarkan hitungan Iconosquare pada saat snapshot ini dibuat. Saat tulisan ini dibuat, saya sudah menambah lebih dari 10 foto baru ke akun saya.

Saya mencoba mengerti kenapa akhir-akhir ini saya semangat sekali meminta (baca: nodong) promote ke teman-teman yang lebih populer di Twitter dan Instagram: saya ingin buru-buru memiliki followers lebih dari 10.000. Sepenting itukah? Tidak. Seperti saya bilang di awal, ini semacam shallow pleasure bagi saya. Mungkin tidak semua orang bisa mengerti.

Statistik lain yang sempat membuat saya senyum-senyum sendiri adalah jumlah Likes yang sudah saya terima. Totalnya? 87.000 Likes lebih! Bahkan ada satu foto yang mendapat lebih dari 5.000 Likes. Shallow pleasure, guys. Shallow pleasure.

Saya tidak ingat persis bagaimana ceritanya sampai saya akhirnya memutuskan untuk membuat akun Instagram. Yang pasti, akun yang pertama saya follow adalah milik sahabat saya @JennyJusuf. Foto yang pertama saya post ke Instagram adalah foto jam tangan tua saya; sama sekali tidak menarik.

#MoztaGoes10K

Iya, saya masih ingin sekali punya lebih dari 10k followers di Instagram. Come on, follow instagram.com/mozta_ yaa!

Setelah setahun, cara saya menggunakan Instagram juga mulai berubah. Kini saya kembali membuat #InstaStory bertajuk #TheLoveStory2. Cerita bersambung ini menggabungkan kegemaran saya menulis dengan hobi fotografi dan kenarsisan saya di Instagram.

Saya juga jadi lebih sering mengupload foto dengan caption panjang. Saya tahu persis ada banyak yang lebih suka membiarkan foto mereka bercerita sendiri, tanpa embel-embel caption yang terlalu rumit. Saya bahkan sempat dicemooh karena kebiasaan saya menulis caption panjang. But hey! It’s my Instagram account! Ini yang saya senang lakukan, and I believe I can continue doing it my way.

It has been a strange addiction indeed. Well, tanpa Instagram pun saya tidak akan kenapa-kenapa. Tapi Instagram sudah jadi media yang begitu saya nikmati. How about you? What’s your experience with Instagram? Share di kolom komentar yaa! Jangan lupa follow instagram.com/mozta_! (tetep)

Leave A Reply

Navigate