Ary Mozta

Amati. Tiru. Modifikasi

Siang ini, dalam rangka nunggu review sebuah project, gue iseng-iseng blog walking ke beberapa blog idola. Ada tulisan menarik di blognya Andira Pramanta tentang video Karkustik di channelnya. Intinya sederhana: video Karkustik dianggap meniru Carpool Karaoke di acaranya James Corden.

Membaca tulisan ini bikin gue ingat sama dosen fotografi waktu (masih berusaha) kuliah dulu. Bang Tigor (Tigor Siahaan). Ada cerita lucu dan berkesan yang sampai sekarang nggak pernah gue lupa tentang beliau. Let me share the story.

Di salah satu pertemuan kelas fotografi beliau, Bang Tigor pernah cerita tentang salah satu prinsip yang beliau selalu pegang. “ATM,” katanya, “amati, tiru, modifikasi.”

Pemaparannya waktu itu bikin gue nggak pernah lupa sama pesan yang disampaikan. He’s right. Nggak ada hal baru di bawah langit. Semua yang dikerjakan sekarang sebenarnya pernah dikerjakan oleh seseorang, entah di mana, dan entah kapan.

Tidak ada yang salah dengan meniru. Meniru, ya. Bukan plagiat. Itu dua hal yang sama sekali berbeda.

Gue juga sering terinspirasi karya orang lain. Dan setiap kali gue kagum sama karya seseorang, prinsip ATM ini yang gue pakai.

Amati

There’s more than meets the eye. Itulah kenapa gue suka banget memperhatikan detail-detail di banyak hal sederhana di sekitar kita. Gue suka mengamati karya-karya kreator hebat di sekitar kita. Termasuk om Andira, yang vlognya selalu menarik.

Dari mengamati, ada banyak hal yang bisa dipelajari. Bagaimana sih cara bikinnya? Bagaimana bisa sampai dapat hasil seperti itu? Oh, too many questions. Semakin banyak pertanyaan yang bisa gue temukan jawabannya, semakin banyak juga gue belajar.

This applies to all sorts of things. Tentang video, misalnya, gue banyak belajar dari YouTuber luar macam MKBHD, Jonathan Morrison dan yang terakhir: Ash Taylor. They’re awesome, and I aspire to be at least half as good as them one day.

Soal foto, gue banyak belajar dari karya-karya orang lain. Di kerjaan, gue malah sering banget nyontek atau belajar dari hasil kerja Babeh dan senior-senior lain. Cara belajarnya? Dengan mengamati karya-karya mereka, and asking all the right questions along the way.

Tiru

Tiru, bukan contek atau malah plagiasi. Beda banget.

Meniru itu bikin sesuatu yang serupa, atau bahkan sama persis. Tapi kita yang bikin. Kita yang motret. Kita yang bikin video. Kita yang ngatur konsepnya, atau cerita di balik karyanya.

Plagiasi, on the other hand, adalah mengambil karya yang sama, karya yang barusan kita amati, kemudian mengakui karya tersebut sebagai karya kita. That’s just stupid. And disrespectful.

Tidak ada yang salah dengan meniru. Banyak kok kreator besar yang masih meniru konsep atau karya kreator lain. Yang membedakan adalah langkah selanjutnya, yaitu….

Modifikasi

At one point, you just have to make it your own. Meniru itu level paling basic dalam berkarya. Paling cetek. Langkah berikutnya adalah bikin karya baru dengan karakter yang “gue banget!” Lebih keren lagi kalau karya kita bisa lebih keren, lebih matang, dan lebih punya karakter.

Modifikasi dengan isi yang berbeda, konsep yang berbeda, atau bahkan eksekusi yang beda. Soal vlogging yang sempat ramai belum lama ini misalnya. Semua orang bisa kok vlogging. Mau niru Casey Neistat? Pasti bisa. Tapi yang lebih penting adalah bisa nge-vlog dengan karakternya sendiri.

Jangan berhenti di ‘bikin kaya Casey Neistat’, tapi cari cara supaya vlog yang dibikin jadi punya karakter sendiri. And no, it’s not THAT easy. Ada yang sebentar sudah bisa punya gaya sendiri, sementara banyak yang butuh meniru sekian lama sebelum akhirnya bisa sampai di level berikutnya.

And that’s okay….

Kisah Ojek Kala Macet

Dua video tadi, Carpool Karaoke dan Karkustik, terus terang, bukan sesuatu yang baru. Carpool Karaoke juga gue yakin idenya datang dari karya orang lain. Nyatanya, banyak video nyanyi-nyanyi di mobil sebelum Carpool Karaoke jadi terkenal.

Begitu juga dengan Karkustik. Gue nggak yakin idenya datang dari Carpool Karaoke, tapi pasti terinspirasi dari karya lain.

The point is: it doesn’t matter. It really doesn’t. Keduanya adalah karya yang gue suka, dan bisa gue nikmatin banget. Both are good in their own ways. Dan dua-duanya punya karakter yang berbeda. Dan dua-duanya sudah jadi karya.

Gue jadi ingat sebuah cerita nggak lama setelah Bang Tigor cerita tentang ATM. Ceritanya waktu itu Jakarta macet nggak kira-kira. Gue ada jadwal kuliah jam 5, dan kebetulan kelas hari itu adalah kelas Bang Tigor.

Gue ingat waktu itu keluar dari Mal Ambassador sudah jam 4 lewat. Melihat macetnya, rasanya nggak mungkin naik angkot ke kampus. Entah kenapa, waktu itu malah ketemu Bang Tigor di pangkalan ojek depan Mega Kuningan. Dia lihat gue juga, dan langsung ngeh kalo gue mahasiswanya.

“Saya duluan ya. Awas telat.”

Bang Tigor berlalu naik ojek, meninggalkan gue sendiri di tengah kegalauan hidup ini. Amati. Tiru. Modifikasi. Jadilah gue memutuskan untuk naik ojek juga. Tapi gue minta mamang ojeknya lewat jalan tikus di belakang Menara Dea.

Gue sampai kelas, Bang Tigor belum masuk. Pas dia masuk kelas, dia malah kaget lihat gue.

“Kamu kok bisa sampai duluan?”

“ATM, Bang. Amati, tiru, modifikasi.”

We laughed.

Exit mobile version