Ary Mozta

Beberapa Memang Seistimewa Itu

Saya harus mengakui kalau saya lumayan pemilih kalau soal ponsel. Dulu, saya nggak suka banget ponsel dengan ukuran di atas 5-inci. Kayanya kegedean deh buat pemakaian sehari-hari.

Hal lain yang selalu saya cari dari ponsel (atau gadget apapun yang saya pakai) adalah…..well, agak susah sih jelasinnya. Sebut saja ‘soul’, atau ‘faktor X’; sesuatu yang bikin ponsel jadi seperti punya karakter. Words don’t do justice, really. So let me tell you a couple of stories.

The Original Nokia N-Gage

Saya selalu merasa gadget yang punya karakter istimewa selalu jadi gadget yang bisa dengan mudah kita sukai. Perasaan ini pertama kali saya rasakan dulu, ketika pertama saya mencoba Nokia N-Gage generasi pertama.

Jangan salah. Nokia N-Gage bukanlah ponsel yang sempurna. Microphone dan speaker ponsel ini letaknya di sisi ponsel, bukan di bagian depan atau belakang. Hasilnya, setiap kali menelpon, saya terlihat seperti gajah dengan kuping yang lebar. Hidung saya yang (lumayan) panjang juga tidak membantu.

But the phone was special. Entah apa yang membuat saya begitu mudah terikat dengan ponsel itu. I named it, played with it, make memories with it. It was just a fun phone to have around.

Nexus 5

Saya kembali begitu terikat pada sebuah ponsel ketika akhirnya mencoba Google (LG) Nexus 5. Waktu itu saya berpindah dari Nexus 4. Meski sebenarnya dua ponsel ini punya karakter yang mirip, Nexus 5 berhasil merebut hati saya sejak sentuhan pertama.

It has everything you need: a fast processor, 2GB of RAM, NFC, an okay camera, dan tentunya Android versi terbaru. Saya sangat terkesan dengan betapa nyamannya Nexus 5 digenggam. Ukurannya sangat compact untuk ponsel dengan layar 5-inci. Bentuknya juga gagah; sangat simple. In black, it was perfect.

Ketika akhirnya saya harus merelakan Nexus 5 saya mati, seperti ada sesuatu yang hilang. Move on dari Nexus 5 ini benar-benar susah sekali. Saya mencoba mencari ponsel lain yang lebih modern, dengan fitur lebih lengkap, dan kamera lebih bagus, tapi tetap ada lubang yang tidak bisa ditutup. I feel empty inside without my Nexus.

Kemudian Muncul Xiaomi Redmi Note 2

Seperti saya bilang tadi, I hate large phones; really hate it! Ponsel dengan layar 5.2-inci saja kadang terasa besar sekali di tangan, jadi layar 5.5-inci ke atas jelas bukan pilihan buat saya. Sampai akhirnya saya diberi kesempatan mencoba Xiaomi Redmi Note 2 beberapa minggu lalu. And everything changed.

Saya merasakan serunya jatuh cinta pada sebuah gadget lagi, setelah sekian lama. Kesan pertama saya waktu itu, “eh, ternyata nggak sebesar yang gue bayangin.”

Everything fits. Harganya luar biasa terjangkau. Processor Helios X10-nya sanggup melahap aplikasi dan game berat sekalipun tanpa kendala. MIUI masih tidak istimewa, dan build quality Redmi Note 2 tidak sebagus Mi4i misalnya, tapi kekurangan-kekurangan kecil tadi jadi tidak begitu terasa. I connect with the device almost instantly.

Beberapa gadget memang seistimewa itu. Kalau kamu bagaimana? Pernah merasakan hubungan yang sama dengan gadget yang kamu pakai? Share your stories in the Comments section below. I’d love to hear about them.

Exit mobile version