Ary Mozta

Kekacauan Itu Bernama #Harbolnas

12/12 adalah hari yang menarik. I started the day with a cup of coffee, as usual. Kemudian sebuah paket datang. Ternyata isinya device yang sudah gue tunggu sejak lama. Sweet! Kemudian sebuah pesan muncul di timeline.

“Ini beneran nih diskonnya 80%?”

I was intrigued. Gue melihat logo yang nggak asing di sudut kiri atas screenshot yang terpampang bersama dengan tweet itu. Masih dengan tenang, gue coba cari item yang sama. Muncul. Ada badge 80% di pojok gambar item yang gue cari. This is interesting.

I think you know which item I was talking about. Sebuah gaming laptop MSI yang biasanya tidak terjangkau kantong kini masuk di shopping cart gue dengan harga nggak lebih dari 4 juta. I was still intrigued. Sedikit nggak percaya karena laptop ini terbilang baru dan selisih harganya lumayan jauh.

But I was curious, so I continued with my purchase. Selang beberapa detik, ada notifikasi mengenai cara melakukan pembayaran. Lewat mBanking, gue bayar belanjaan tadi seperti biasa. Lagi-lagi muncul konfirmasi kalau pembayarannya sudah diterima, dan status pesanan gue berubah menjadi “Terkonfirmasi”.

Did I really just bought a gaming laptop for 4 million?

…and then it became apparent

Marketplace yang sedang gue bicarakan ini adalah Bukalapak. Seketika, semua orang ramai membicarakan barang-barang yang mendadak diskon besar di Bukalapak. Malah harga yang sudah didiskon masih bisa dinegosiasi lagi kalau mau.

Tidak butuh waktu lama sebelum mulai terlihat komplain kalau pembelian di Bukalapak di-cancel oleh penjual, baik di Twitter maupun di Facebook. Kemudian seorang teman yang ternyata juga menemukan diskon yang menarik bercerita kalau pembeliannya juga di-cancel, padahal dia sudah menjual laptopnya dengan harga lebih murah dari harga pasar untuk melakukan pembayaran.

Gue jadi semakin penasaran. Ada apa sebenarnya?

Long story short, ada miskomunikasi antara pelapak dan pihak Bukalapak. Well, at least ini yang gue tangkap. Bukalapak sendiri menyatakan masalah ini adalah karena ada kesalahan pada sistem. Again, it didn’t look that way.

Pelapak mengira diskon yang diberikan dicover oleh Bukalapak. Bahkan sempat ada konfirmasi di akun Twitter Bukalapak kalau memang ini adalah bagian dari promo, sebelum akhirnya dinyatakan kalau diskon yang diberikan ditanggung penjual.

Gue juga menyempatkan ngobrol dengan beberapa pelapak yang menolak dikutip secara langsung. Dari 6 yang gue hubungi, ada satu yang ngotot kalau dia tidak menambahkan diskon ke barang jualannya. Menurutnya, diskon itu diset oleh Bukalapak sendiri.

5 lainnya mengaku menambahkan diskon karena dorongan dari Bukalapak. Semuanya kompak: Bukalapak menyatakan akan menanggung diskon yang diberikan, dan penjual akan tetap menerima dana sesuai harga barang yang dijual jika terjadi pembelian.

Menariknya, penjual tempat gue melakukan pembelian sama sekali tidak menjawab pesan dan permintaan untuk ngobrol soal masalah ini. In short, the whole thing was a mess. One big fucking mess.

Diskon Fiktif dan Permasalahan Lain

Kekacauan di Harbolnas (Hari Belanja Online Nasional) tidak cuma terjadi di Bukalapak. Ada banyak (terlalu banyak) masalah yang muncul. Nyebelinnya, masalah yang sama sepertinya berulang dari tahun ke tahun.

Promo di JD.ID, misalnya, disediakan dengan slot yang sangat terbatas. Dari ribuan orang yang bersiap untuk mendapatkan barang idaman dengan harga Rp 99.000 saja, cuma 25-50 orang yang dipilih. Itu pun masih ada yang daftar pemenangnya direvisi.

Di Lazada dan beberapa ecommerce lain, kembali muncul diskon-diskon fiktif. Kayanya gue sempat melihat Xiaomi Redmi Note 4 dijual dengan harga 99 juta. 99 juta! Tapi tenang, diskonnya juga 98%, jadi harganya sesudah diskon sekitar 2 juta. Sebentar, ini ada yang salah deh….

Don’t get me started on a certain ecommerce site who allegedly advertised huge discounts, only to announce known associates as receivers of such discounts.

Mungkin gue saja yang skeptis, tapi Harbolnas jadi lebih terasa seperti Hari Bohong Online Nasional. I mean, Redmi Note 4 jadi ‘cuma’ seharga 2 juta setelah diskon 98% itu konyol. Serius konyol. Do you really consider your customers to be THAT stupid?

See you next year?

Gue punya firasat kalau kekacauan yang sama cuma akan terulang di Harbolnas tahun depan. It’s not going to change. Ever. Kita terlalu terbiasa dengan trik marketing seperti ini. Dan dengan bodohnya, kita juga terlalu mudah terpancing. Me included.

All I can say is: sampai ketemu di kekacauan tahun depan!

 

Update

Karena mulai muncul komentar yang (lagi-lagi) melemparkan kesalahan pada penjual, artikel ini saya update sedikit. Dikatakan kalau penjual yang salah memahami terms dari Bukalapak, dan dari pihak Bukalapak sudah langsung memperbaiki kesalahan tersebut. Nyatanya, akun Twitter Bukalapak juga memberikan informasi yang (sekarang dikatakan) salah.

 

Update 2

Dikatakan kalau permasalahan ini langsung ditanggapi pihak Bukalapak. Sebagai pertimbangan, email yang meminta pelapak untuk kembali memahami terms diskon dan harga nego baru muncul pada jam 7 malam, jauh setelah masalah ini berkembang di Twitter dan media sosial lain.

Exit mobile version