Dulu, sewaktu kecil, saya paling tidak suka membuang mainan. Ada entah berapa banyak action figure Goggle V yang saya punya; sebagian besar dari mereka sudah tidak lengkap, kebanyakan karena patah (biasanya tangan atau kakinya) atau karena kelengkapannya hilang entah ke mana.
Waktu akhirnya saya diharuskan untuk membuang sebagian mainan saya, saya menangis seminggu penuh. Yep, seminggu penuh. Itu merupakan pengalaman yang traumatis. Okay, mungkin sedikit berlebihan kalau disebut traumatis, tapi dalam beberapa kesempatan saya sedih karena mainan yang saya sukai – meski sudah rusak – tidak bisa lagi saya mainkan.
Hari ini, saya membeli satu buah harddisk external 500GB untuk menampung file-file saya, dan muncul perasaan yang mengganggu. Apakah kebiasaan saya mengumpulkan barang-barang (atau file) yang tidak perlu kembali terulang?
Di rumah, saya mengumpulkan ratusan film dan ribuan episode serial TV favorit saya di dua HDD 3TB (total 6TB). Dari ribuan file itu, hanya beberapa yang masih saya tonton ulang.
Masih ada 1TB HDD berisi file-file pekerjaan, dokumen yang entah isinya apa, foto-foto sejak jaman saya mulai beralih ke kamera digital, dan ribuan file lain yang saya sendiri tidak ingat apa.
Sekarang, ada HDD baru berkapasitas 500GB yang saya bawa ke mana pun saya pergi. Isinya? File-file yang sebenarnya bisa saya simpan di laptop. You can’t be too careful, right?
Semakin saya pikir, semakin saya merasa file-file yang saya kumpulkan sudah tidak lagi dibutuhkan. Kalau saja saya menghapus sebagian dari file-file itu, kemudian melupakannya, saya tidak yakin akan merasa kehilangan. Tapi menghapus mereka rasanya sayang. Berapa banyak bandwidth yang sudah saya habiskan untuk mendownload mereka? Bagaimana jika kemudian saya memerlukan dokumen yang saya tulis 5 tahun lalu?
It is safe to say that I’m turning into a digital hoarder, orang yang hobi mengumpulkan ‘rongsokan’ digital secara obsessive. And yes, it’s a disorder. Di Amerika misalnya, digital hoarding sudah masuk kategori gangguan jiwa yang memerlukan terapi untuk penyembuhannya.
Dari pengalaman pribadi, saya bisa bilang kalau digital hoarding itu tidak mudah. Memanage ribuan file dan menyimpan mereka secara rapi jadi kesenangan tersendiri. Adakah di antara teman-teman yang punya hobi yang sama? Share your thoughts, khususnya tentang kenapa kalian enggan menghapus file-file lama yang tersimpan di HDD atau tips kalian memanage file-file yang dikumpulkan, di kolom komentar di bawah ini.
26 Comments
Berbicara tentang “digital hoarding”, yap, saya mungkin termasuk dialamnya. Tapi bedanya adalah, file-file dari jaman dulu, yang menurut saya masih penting, sudah disimpan di berbagai cloud storage. Katakanlah g-drive atau dropbox. Biasanya, file yang saya simpan adalah foto dan video. Untuk file berupa film dan pekerjaan, saya selalu memberikan tenggat 6 bulan. Jika sudah tak terpakai, ya sudah, dibuanh saja. Bukan menganggap file tersebut tidak penting, tapi ada yang lain yang lebih penting.
Sementara untuk file yang berbentuk teks, ntah apapun formatnya, rapi tersimpan di draft webmail.
Saya juga terjangkit digital hoarder yang kakak jelaskan di atas. Mungkin masih tahap gejala. Begini, saya ini suka sekali dengan film animasi, kartun jepang dan film barat dengan skala besar – besaran. Maksudnya, saya pernah rela tidur jam tiga pagi demi mendownload film kartun jepang, sebagian darinya ada yang sudah saya tonton dan sebagian lagi ada yang sekedar dikoleksi saja. Kenapa tidak ditonton? Mungkin belum sempat. Lalu, kenapa tidak dihapus saja dulu? Tidak mau.
Dulu saya menggunakan laptop ASUS dengan HDD berkapasitas 500gb. Saya senang dengan kapasitas HDD laptop saya yang cukup besar itu. Dulu, karna saya masih begitu awam tentang teknologi, saya hanya menggunakan 150gb dari 500gb HDD laptop saya. 50gb untuk tugas sekolah dan 100gb yang lain untuk “digital rongsokan” yang saya kumpulkan setiap malam sampai pukul tiga pagi. Namun, sebulan kemudian laptop itu saya serahkan kepada kakak saya dan saya kembali menggunakan komputer yang sudah dua tahun tidak dipakai. HDD dari komputer itu hanya 80gb. Sangat kecil? Ya, sangat kecil menurut orang sepertiku. Lantas, saya memutar otak dan menabung demi membeli HDD Eksternal berkapastias 500gb demi menampung file – file saya. Namun, yang terjadi saya malah kehabisan akal dan semakin giat mengumpulkan digital rongsokan itu. HDD Eksternal saya sekarang hanya menyisakan 20gb. Mengapa bisa? Tentu saja bisa. Digital rongsokan yang saya kumpulkan sampai sekarang telah memakan kurang lebih 350gb dari 500gb HDD Eksternal saya. Selebihnya adalah galeri foto, galeri musik, galeri gambar, kumpulan software dan aplikasi serta tugas sekolah saya. Saya cukup kuwalahan menyimpan file sebanyak ini. Namun, saya juga merasa masih kurang dan masih ingin terus mengoleksi beberapa digital rongsokan lagi semau yang saya ingin. Saya kembali memutar otak. Dengan kapasitas HDD komputer sebesar 80gb, saya masih bisa memindahkan file – file yang tidak terlalu besar dari HDD Eksternal saya ke HDD komputer saya. Sementara file – file saya yang kapasitasnya cukup besar, saya biarkan di HDD Eksternal kemudian saya rapihkan agar tidak berantakan. Jujur saya tidak suka berantakan, terutama file – file saya.
Yup. Saat ini. Tepat saat ini. Saya sedang memindahkan sebagian galeri foto, galeri gambar dan galeri musik dari HDD Eksternal saya ke HDD komputer saya dan prosesnya tinggal setengah jam lagi. Selama menunggu, saya membuka twitter dan melihat kakak sedang mengadakan kuis dan saya langsung mengikuti kuis ini. Kejadian ini kebetulan? Mungkin saja hahahaha.
Begitulah pengalaman saya tentang digital hoarding. Selama rongsokan itu masih berguna, saya kira jangan dibuang (didelete) dulu. Apapun itu, semuanya akan terlihat lebih berguna jika memanage dengan tepat dan tidak membiarkannya berantakan seperti sampah.
Bener juga si, saya juga termasuk orang yg kek gitu, walopun belum banyak data yg disimpan, tapi kayaknya arahnya makin jelas kalo saya digital hoarding.
Misal, musik ada sekitar 1400an, padahal denger musik dari laptop cuma 2 – 3 kali seminggu, padahal tiap minggu, pasti ada aja sekitar 20 – 30an musik baru yg di download.
Sama yg ga terlalu penting misalnya saya nyimpen file installer program2 / game, mikirnya si kalo mau ganti laptop ga usa pusing2 download program dari internet lagi.
Film juga akhir2 ini banyak download tapi sedikit yg baru dilihat, gambar2 konyol, gif dari internet banyak banget uda bertaun taun disimpen gara2 pemikiran “suatu saat pasti bakal gue liat lagi”
Komik2 digital dll, ngerasa sayang aja dihapus, pasti muncul pikiran kalo bakal dibuka2 lagi, padahal si 90% kemungkinan ga bakal lagi, wkwkwk.
Kirain hal kayak gini cuma saya aja, ternyata ada juga, malah populer juga di US Heheh 😀
Saya doyan koleksi file, terutama foto dan film. kenapa? kalo film untuk hiburan, dan saya memang senang menonton 1 judul film berkali2,,jadi memang selalu disimpan. Untuk foto, rasanya sayang kalau dibuang, bahkan foto2 yang gagal pun tetap saya simpan.
biasanya saya rapikan dalam folder2 berdasarkan jenis. untuk foto, saya pisahkan antara yang sudah diedit dengan yang belum. untuk film saya simpan di harddisk ext, yg foto cukup di save di laptop.
Saya selalu membedakan mana folder pribadi,kuliah,maupun kerjaan agar bisa cepat menemukan ketika kita butuh.meskipun,persentase untuk kembali kita gunakan mungkin hanya 10%.
Agar lebih mudah lagi, kita harus benar – benar memilah perjenis type data itu,kalau perlu di urut menurut abjad.
Bahkan untuk digital hoarding ini buat saya prospek bisnis yg bagus.
Saya punya teman yang punya banyak data baik itu lagu,film,bahkan game. Biar tidak terkesan menyimpan data “sampah” di juallah data-data itu sama temen saya di sebuah website komunitas indonesia yg terkenal,dari bisnis tersebut dia sudah berhasil membeli motor secara cash.
Jadi yang kata orang sampah bila kita bisa mengolah secara benar bisa mendatangkan keuntungan untuk kita. 🙂
Dulu saya termasuk orang yang senang menyimpan ‘rongsokan’, atau barang-barang yang sebetulnya sudah tidak diperlukan atau yang tidak bisa digunakan, baik digital maupun non-digital.
Beberapa tahun terakhir saya mulai menerapkan kebiasaan berbeda untuk diri saya sendiri, yaitu mulai memilah apa-apa saja yang sekiranya masih dan akan saya perlukan di kemudian hari. Sisanya saya hapus, buang, atau berikan ke orang lain yang membutuhkan.
Satu hal yang selalu saya tanamkan di pikiran: I shouldn’t be too attached to things.
Pertama, supaya tidak terlalu merasa kehilangan ketika harus kehilangan benda/barang/hal tersebut.
Kedua, memang tidak mau berlebih.
Duh, saya termasuk salah satu yang enggan menghapus file, kenangan atau bekasan sama pentingnya buat saya.
Sampai sekarang saya masih punya disket yang dipakai untuk ngetik skripsi. Waktu jaman skripsi itu yang punya flash disk cuma satu dua orang, masih mahal, untuk 256mb harganya 200ribuan. Gila kan, mendingan buat bayar rantangan sebulan.
Sebenernya file di disket itu mau dipindah ke flashdisk. Cuma belum sempet aja dan belum ketemu komputer yang masih punya pembaca disket.
Kalau foto, nah ini saya hobi banget ngumpulin foto. Jadi kayak semacem buat elus-elus hati kalo liat-liat foto lama jamannya masih ramping. Niatnya sih itu foto bakalan jadi motivasi. Fotonya dibikin jadi kolase, buat ‘nampar’ diri sendiri. http://rereondiet.files.wordpress.com/2012/01/lemak.jpg
Nah, kalo sekarang masalahnya itu udah ganti. Saya udah jarang poto diri sendiri. Handphone, laptop, flashdisk penuh sama foto & video anak. *sigh*
Kepikirnya kan masa kecil anak-anak itu ga bakal terulang, kalo saya kangen bayi gimana, kan anaknya ga bayi lagi.. *pembenaran*
Sekarang, saya mulai menyelamatkan sebagian file berharga dengan kirim langsung ke imelnya si anak (iya, bayinya dibikinin imel), terus beberapa lagi langsung dibikin jadi postingan di blog, klik deh, http://rehatemalem.wordpress.com/category/opet-anak-saya 🙂
Sisanya, yang ga pingin diposting dimasukin ke flashdisk khusus foto, dropbox, sama google drive..
Niatnya sih, nanti kalau ada dana yang ga kepake, mau beli HDD. *menatap celengan tajam*
Eh, saya ngaku, saya suka liat file-file yang lalu kalo berantem sama suami. Liat-liat momen lucu bikin emosi turun sejenak, bikin saya punya kesempatan berpikir dua kali sebelum bilang yang nggak-nggak ke dia.
Gitu sih, sementara ini saya ga mau ngaku kalo dibilang saya punya kelainan. Yang saya lakukan hanya menyelamatkan kenangan.
🙂
Yes, I’m a digital hoarder! ._.
Mulai dari film, lagu-lagu dari jaman Noah namanya masih Peterpan sampai sekarang, tugas dan materi kuliah dari semester satu sampe sekarang skripsi, jurnal-jurnal penelitian yang buat ngedapetinnya harus googling sampe page ke-sekian, foto-foto, rasanya sayang banget buat ngebuang/ngehapus-nya meski sebenernya udah nggak digunakan. Sampai pernah suatu saat niat buat ngebersihin file-file yang udah nggak dipakai, delete file-file yang dirasa nggak perlu tapi pada akhirnya buka recycle bin dan restore semuanya -____-
saya juga ga mengerti saya ini termasuk orang kayak abang apa engga. soalnya isi hardisk saya juga hampir sama dengan abang pada umumnya. Tapi beberapa bulan terakhir saya mulai menghapus dokumen2 yang saya tidak memerlukan lagi. Bahkan bahan-bahan skripsi dan skripsi yang udah jadi udah saya hapus (tapi upload di dropbox dulu bang hehe)…
sekarang isi hardisk saya banyakan foto foto perjalanan saya (kebetulan saya suka backpacking) dan foto foto memori keluarga
lain nya hanya folder movie yang perminggu nya pasti ada aja filim lama yang di replace dengan filim baru.
kalau dokumen penting saya lebih menyukai menyimpan nya di dropbox atau google docs
tidak bakalan takut kehilangan (seperti takut kehilangan mantan dulu) hehe…
tapi apa daya emang serial2 movie atau filim2 yang ane doyan kadang2 juga harus dihapus atau di replace sama yang baru.. harus bisa move on juga sih bang…
salam bang
ya sama,saya hobi donlod film. ya cuma hobi donlod tapi jarang di tonton 😐
hobi donlod komik2 dc&marvel tapi bacanya juga kadang2 😐
udah keburu cape donlodnya sih jadi niat bacanya luntur entah kemana,kadang aja klo lagi bingung mau ngapain baru baca2.
yg rajin donlod dan langsung di tonton sih paling 3gp. #eh
itu dulu~
dan klo ditanya alasan kenapa enggan ngedelete mungkin karena bingung yg mana yg harus didelete dan mana yg engga karena terkadang ada file2 penting ga penting (dalam bentuk apapun) yg masuk kategori ‘dibuang sayang’ Tsahhhhh~
tips memanage? saya aja masih bingung manage hidup saya sendiri,jadi lebih baik saya ga memberikan tips daripada menyesatkan.
sekian. salam kompak selalu.
tertanda.
Je.
Kebanyakan file di HD saya itu isinya file, film, foto dan musik.
Termasuk orang yang suka menjelajah juga dengan teman2 baru, jadi kalau habis melakukan perjalanan kami kumpul darat dan share foto2 perjalanan kami, jadi bisa2 1 perjalanan saja bisa sampai ribuan foto di kali 1-5mb. Yah dikali saja dengan kalau seringnya saya menjelajah. (Sekian2 gb gak ngitungin)
Belum lagi termasuk orang yang suka mendengarkan musik. Kadang2 main download aja lagu2 yang dari penyanyi yang sudah dikenal maupun penyanyi yg baru terkenal atau penyanyi yg akan di kenal maupun penyanyi yang tdk akan terkenal. Yang memang bisa ngabisin ratusan GB buat koleksi lagu saja. Walaupun kadang2 selesai download suka bingung mau mendengarkan album yg mana? Yang alhasil tetap di musiumkan ke dalam ex-hd dan dr semua koleksi lagu saya msh byk album yg belum pernah saya dengar sama skali dan tidak ada keinginan untuk menghapus file tersebut. Tapi bersyukur gara2 hobby download ini jd tidak pernah ketinggalan updatean lagu maupun kekurangan lagu2 apa yg akan menemani buat menjelajah ke tempat yang baru.
Sempat marah dan gondok serta jengkel sendiri ketika file2 yang tersimpan tdk sengaja terdeleted dan tidak bisa di selamatkan walau sudah pake software. Disaat itu mulai agak2 protektif dan membiarkan file2 tersebut di tempat aman dan tidak mengutik2nya.
Memang terkesan tidak berguna dan bermutu buat seseorang tetapi kita sendiri yang menilai apakah file itu penting atau tidak buat kita sendiri. Memang benar dgn ucapan sayang di deleted gara2 berapa lama wkt yg kita habiskan untuk mendownload dan menghabiskan berapa kuota. Tetap menjadi suatu kenangan yang tdk terlupakan.
Kalaupun kita membuka kembali isi dr ex-hd mungkin kita bisa tersenyum dan nostalgia kembali serta memflashback memori kita untuk masuk bersama kenangan2 yang ada di dalam ex-hd tersebut. Dan saya yakin itu sepadan dengan apa yang kita pertahankan dengan file2 yang akan terus kita simpan sampai sekarang ini
Oemjiii! Baru tau ini semacam disorder. ini. Gue. Banget! Hadeeeuh, hobi ngumpulin file2 yg disuka, padahal kalo dipikir semua itu sama sekali ga penting. Ada kepuasan hidup yg tercapai selama masih menyimpannya. Di lepi ada ratusan film, ribuan gambar dr google, ribuan foto yg masih kesimpen, dan jarang bgt saya sentuh. Iya, dia teronggok di situ2 saja. Mau dihapus jg.. Mungkin saya bs nangis sehari semalem kalo tb2 lepi saya ga bs nyala dan data2nya hilang. Sampai akhirnya saya mikir, kalo nurutin kemauan yaa, manusia ga akan pernah cukup. Sebenernya alam udah ngajarin manusia semuanya dg SIMPLE. pernah kepikir ga, otak kita ini ibarat hardisk, entah dia brp TB. Segede apapun kapasitasnya, dia bakal automatically melupakan hal2 yg menurutnya perlu dihapus. Ingatan masa kecil, cuma beberapa yg masih nyantol di kepala. Selebihnya, mungkin otak kita berpikir ga perlu lah menyimpan bnyk sampah. Toh pd akhirnya kita sudah bljr dr pengalaman, dan bakal terus dinamis berkembang. Pikiran itulah yg pd akhirnya saya pake dlm memperlakukan file2 saya yg skrg. Untk file2 foto, saya ga mau hapus. Ini sejarah. At least untuk saya. Harus ada HD tersendiri untuk ini, semacam album hidup. File2 gbr, saya mulai memilah mana yg bikin saya seneng, tetep disimpan. Kalo lg BT, biasanya saya membuka2nya. Untuk musik, sepertinya saya stuck di jaman yg sama: masa2 kuliah. Playlist isinya ga jauh2 dr penyanyi dan judul2 itu saja. Selebihnya, download, dengerin, buang. film ini yg makan ruang banyak. I just take the lesson from them, then buang. Semacam hdp yg terus dinamis, film bakal terus bermunculan. Ga bkl cukup ruang hd segede apapun buat menyimpan semua yg saya suka. Yaudahalah. Donlot, nonton, review, buang. That’s all. Ga semuamua dalam hidup perlu kamu simpan, eh? Semacam nuang air dalam gelas. Harus ada air yg keluar biar dia selalu bisa menanpung hal2 baru dan tetap bersih. 🙂 *apadeh*
Setelah baca postingan ini beserta komen2 nya, saya langsung mikir, “Waahh ternyata masih banyak yang lebih parah dari saya”. Hahaha.
Well, I think I am a digital hoarder. Kebanyakan sih saya nimbun file gambar. Memang, file gambar ukurannya lebih kecil dibanding video atau lagu. Tapi kalo udah hasil kumpulan bertahun-tahun tetep aja jadinya buanyak banget dan sering bingung mengorganisirnya. Tiap nemu gambar bagus di internet rasanya mau disimpen aja, padahal belum tentu diliatin terus juga. Sekarang ada Pinterest jadi bisa disalurin ke situ, tapi kadang gambar yg udah di-pin tetep disimpen juga ke laptop ._.
Kalo film atau serial lebih sering minta donlot-an temen haha. Jadi gak terlalu banyak nyimpen soalnya mikirnya kalo gak suka-suka banget, ga papa dihapus, kalo mau nonton lagi tinggal minta lagi sama temen yg dimintain kemaren. Hehehe.
Sekarang udah pake dropbox sih buat nyimpen sebagian foto pribadi dari kamera. Jadi lumayan mengurangi simpanan.
Sama, saya juga gampang banget attach sama barang2 sejak kecil. Nyimpenin karcis2 perjalanan, tiket bioskop nonton sama pacar, buku2, kertas ujian dari jaman SMP, baju2 lama yang sebenernya udah nggak pernah dipake lagi. Termasuk juga file-file digital, terutama yang punya nilai personal, seperti foto-foto, video-video, email, notes, draft cerpen/novel.
Tapi semenjak belajar tentang ‘decluttering’, hal yang sama saya terapkan untuk management data digital. Tapi tetep aja susah, karena rasanya semua data itu penting dan kalaupun tidak penting, ada nilai historisnya.
Yang paling gampang dimulai dengan komitmen untuk menghapus film yang sudah ditonton, ini penting banget karena konsumsi memori terbesar biasanya memang dari film2. Prinsipnya kayak kalau beli baju baru, beli satu buang satu. Jadi kalau habis simpen satu film baru, hapus satu film.
Yang susah itu kalau data2 foto, video, notes, tulisan, huuu, itu beneran nggak bisa dihapus (hmm, kecuali kenangan2 bersama mantan kali, ya? hahaha). makanya yang dikorbankan para film2 itu. haha. terus data2 kerjaan itu jugaa, padahal udah simpen data di PC kantor, di server kantor, di dropbox, tapi rasanya tuh hati nggak tenang kalau nggak back up di milik personal. itupun back up di double juga di HD yang untuk personal stuff. Jadinya berantakan deh. Mana karena terlalu banyak disimpen dimana2, baru bikin draft juga udah disebar datanya buat back up, jadinya kalau siapin presentasi, bisa aja nama file-nya dari ‘draft presentasi 1’ – ‘final-ppt13’. rempong banget. haha.
jadi memang saya sekarang punya ritual tiap jumat malam, untuk merapikan folder, menyeleksi mana yang layak simpan dan mana yang perlu didelete saja. Ternyata memang bisa mengurangi beban di otak juga sih. Kita jadi lebih berkurang stressnya, lebih lega aja rasanya liat folder2 yang rapi dan ‘lega’ di HD atau laptop.
Rasanya tuh kayak liat lemari pakaian yang lega dan rapi, jadi semangat memulai hari. 🙂
Pertama, mau komen blog nya hahaha! Baru pertama mampir langsung suka!!!
Kenapa enggan membuang file lama pada HDD ?
Biasanya alasannya karena takut file itu masih akan berguna..ketakutan itu sih seringnya yang bikin suka nimbun-nimbun file di hdd. Sama seperti kebiasaan saya dari dulu SD, menyimpan buku pelajaran bekas. Padahal sudah gak kepake, tapi selalu saya simpan. Padahal si mamah sudah sering nyuruh buat diloakan aja. Tapi, saya selalu mikir, pasti suatu saat buku-buku ini bisa kepake lagi.
Alasan lain, karena setiap file terkadang memiliki moment nya masing-masing, jadi ketika kita melihat atau membuka file tsb, akan mengingatkan & membawa kita pada moment2 khusus yang dimiliki file2 tersebut. Contohnya sih yang paling nyata foto.
Gak pernah punya tips khusus untuk memanage file. Hanya dikategorikan berdasarkan jenis file nya saja.
Gak dapet USB flash disk gpp..lumayan bisa mampir ke Blog nya mas mozta.. sukaaaa!!!
Thanks mas! Jangan bosen-bosen yaa 😀
Are You a Digital Hoarder? Yes, I am!
Pengalaman Digital Hoarder saya sebetulnya bermula dari kecintaan berlebih saya pada dunia Jepang, terutama Anime, Manga dan Band Jepang. Bisa juga disebut “OTAKU” ( kecintaan berlebih pada suatu hal ). Sebelum saya mempunyai HDD Eksternal, saya mengoleksi hal berbau Jepang di laptop saya yang memiliki kapasitas storage 500 GB dan file saya hanya berukuran sekitar 100 GB, tetapi lama-kelamaan kapasitas hardisk laptop saya semakin menipis akibat laptop yang saya gunakan di pakai oleh 3 orang ; saya, kembaran saya dan kakak saya. Karna kecintaan saya terhadap dunia Jepang semakin menjadi-jadi, akhirnya saya memutuskan untuk membeli HDD Eksternal 1TB. Setelah membeli HDD tersebut, justru ke-OTAKU-an saya semakin menjadi-jadi lagi, saya mulai mengoleksi Anime, Film dan Foto-Foto tanpa mengacuhkan size dari file tersebut, Film dan Anime saya sudah menghabiskan setengah dari kapasitas HDD Eksternal saya. Padahal, hampir setengah dari file yang ada di HDD saya belum sama sekali saya buka, dan terciptalah “Rongsokan Digital Hidup” di HDD Eksternal saya. Dan kebiasaan menimbun file yang akhirnya jadi Rongsokan Digital ini masih terhinggap pada diri saya hingga saat ini.
“Pride” mungkin kata itulah yang pantas untuk menggambarkan rasa bangga saya memiliki koleksi Anime, Film, Software, Game dan Gambar yang berukuran dari 900 GB di HDD Eksternal saya. Dan yang menjadi masalah adalah, saya tidak pernah menghapus satupun file yang ada di HDD Eksternal saya meskipun file itu tidak berguna. i have no idea what i’m doing. is this a disease? or anomaly? a have no idea.
Rongsokan Digital yang ada di HDD eksternal saya sudah seperti anak sendiri dalam hidup saya, ya, harus dirawat. Dan saya juga menganggap HDD Eksternal saya sebagai “Istri” saya. I don’t care what people say about me, this is my life, not yours!
File saya sudah tersortir dengan rapih sekarang, dan mungkin akan datang waktunya dimana saya harus merelakan apabila file saya harus dihapus oleh takdir waktu, Tetapi selama waktu itu belum datang, apa salahnya jika menimbun “Rongsokan Digital” ?
*mumet baca komen-komennya*
Hahahaha, mumet kenapa mas? *puk-puk*
mungkin, saya termasuk digital hoarder. dilihat dari bagaimana file-file yang bahkan sejak SMP kelas 1, masih saya simpan dan ada hingga kini. awalnya sih cuma iseng doang. download-in picture-picture vocalist band yang saya suka, dan disimpen di flashdisk. seperti salah satu band yang me-legenda sedari saya kecil..iya, Simple Plan. terus lama-kelamaan, mulai kenal dengan cinta, dan foto-foto cewek yang saya suka pun ikut masuk ke dalam flashdisk 1GB yang harganya berkisar 300ribu pada waktu itu.
tak lama setelah itu, saya juga suka menyimpan segala apa yang saya temui di internet. saya mendownload musik, film, dan gambar-gambar yang menurut saya cocok untuk dijadikan pajangan dinding di kamar. dengan flashdisk yang 1GB, hingga pada akhirnya, dikarenakan saya rajin dateng ke labor komputer SMP, saya diberikan harddisk bekas secara cuma-cuma, yang hingga sampai sekarang masih tertata rapi di bawah baju-baju saya.
seperti itulah cerita singkatnya, yang hingga kini masih sering saya lakukan. namun dengan file-file yang berbeda. saya menyimpan segala jenis film (“di sini terdapat sedikit sensor x))”), segala jenis puisi dan cerita-cerita yang akan saya baca di waktu senggang. kenapa tidak menyimpan di laptop saja?
mengapa suka menyimpan file-file lama? ngga tau kenapa, cuma sayang doang kalo dihapus. terutama ketika lagi ngga ada kerjaan. iya, saya suka sekali membongkar-bongkar isi harddisk yang pada akhirnya saya cuma bisa senyum sambil ngutuk dalem hati…”ini kerjaan gue waktu dulu?!!!” :)))
seperti itulah.. kadang hal-hal yang terlihat tidak berguna, mampu membuat kita tertawa.
btw, ini topik keren juga, ya.. *brb bongkar harddisk lagi*:))
YEP.
Sama, I am a digital hoarder.
Di PC ada 2.5 TB dedicated storage buat anime, dan 500 GB buat drama. karena pertumbuhan HDD nggak setara dengan peningkatan yang di download jadinya terpaksa bikin kebijakan anime yang emang dulu tujuannya didownload cuman untuk ditonton (ceritanya biasa aja, nggak cult, ataupun medioker) terpaksa di hapus. Dari ginian aja, bisa ngehemat 500 GB sendiri.
Astaga, baru tahu ada yang nama nya digital hoarding! >.<
Karena dulu kerja di radio, otomatis lagu yang paling menyita tempat.
Udah punya file lagunya, masih nyimpen videoklip aslinya, dan video akustiknya… -_-"
download e-book segambreng, baca-nya jarang jarang.
Nyimpen foto-foto cakeb nemu di google, film sampai game.
Menjadi lebih parah ketika akrab sama torrent. Hahaay
Dan semua di timbun dengan alasan:
"sayang dibuang, kalau nanti butuh gimana?"
"nanti, kalau butuh inspirasi dan si foto ini ngga ada, pegimane?" – padahal seringnya ya googling lagi karena lupa. atau mentok di inspirasi doang, ngga' dijalanin juga :p
Sadar dan mulai de-cluttering ketika salah satu HD 1TB isinya cuma lagu, dan film.
Mulai memilah mana film yang emang di tonton berkali-kali.
Video mulai dihapus, ngalah nonton di yutub aja kalo kangen.
Lagu, mulai dipilih mana yang memang album oke sama yang nggak begitu dicintai :p
Dan mulai memilah mana data yang memang harus di back-up, mana yang ngga' perlu ^^
Intinya sih, yang susah tuh sebenernya menentukan nilai historis riil dan rasa sayang berlebihan sama file yang terus bikin bingung mau di apus apa tetep disimpen 😀
Digital Hoarder? Dua kata ini rasanya masih asing di pendengaranku. x_x
Tapi senasib, kak! Beberapa file yang butuh perjuangan keras untuk mendapatkannya (misal: download film, butuh berjam-jam lamanya) dan ketika sudah dapat, rasanya memang puas. Tapi lama kelamaan akan menjadi bosan dan pengen dihapus tapi sayang. Pengen nggak ngehapus tapi hati terus bilang ‘hapus aja… hapus’. *labil deh!*
Nggak hanya terjadi pada file tapi juga ke buku-bukuku. Belinya doyan, bacanya setengah dari yang dibeli, sisanya cuma jadi pajangan.
Mungkin harus menentukan segala sesuatunya dengan matang. Mana yang ‘benar-benar’ diperlukan, mana yang diperlukan, dan mana yang tidak diperlukan. Jika sudah menentukannya, jangan menyesali tindakan yang sudah diputuskan karena segala sesuatu memang ada konsekuensinya.
*kira-kira nyambung nggak ya komen ini .__. -jadi bingung sendiri-*
v2ituaza@yahoo.com
Latar belakang saya jadi mahluk digital hoarder sih, “simple” aja:
1. Suatu kejadian yang sama nggak bakal keulang untuk kedua kalinya.
2. Kalo saya sih, tiap benda, yang sifatnya fisik dan sepele kayak kertas kado pembungkus coklat dari sahabat, sampai sesuatu yang abstrak kayak lagu, menyimpan kenangan tertentu.
3. Inspirasi bisa datang dari mana aja. Saya sih sering dapatnya dari film dan buku, jadi kudu di”pertahan”kan sampe kapanpun. Merdeka! Hehe.. ^^
Sama nih, Om. -___-
Harddisk internal laptop penuh sama film! Kumpulin semua film dari berbagai sumber, dibuatin foldernya ‘New Movies’, di dalam folder ada folder lain lagi ‘New Movies’, dalam folder ada folder lain juga, gitu terus! Terakhirnya udah kumpulin semua film bingung mau nonton yang mana dulu, and yup, yang ada filmnya cuma menuh-menuhin harddisk doang. Udah sering diejekin teman sekosan, “Hapusilah film-film yang gak penting itu, mon!” terus aku balas “Iya, ntar deh” sambil cengengesan tapi tetep aja lupa ngapusinnya satu per satu. Pernah nyoba ngapusin filmnya eh datang lagi pasokan film baru hahaha. Padahal perjuangan ngapusinnya itu loh..sering gak tega (soalnya banyak yang didownload sendiri), mikirnya sampe ribuan kali, pas udah dihapus, nyesel terus cek recycle bin, eh di-restore lagi! huahaha. Karena banyaknya tuh film, udah buat nama foldernya jadi “Please, Click Me” sebagai tanda kalau film di folder itu belum pernah ditonton sama sekali. Tapi ya gitu, tetap aja terabaikan. Dan parahnya lagi udah punya banyak film yang belum ditonton, sekarang lagi suka nonton film dari youtube yang mana harus buffering dulu terus kualitas gambarnya jelek sejelek-jeleknya dibandingkan kumpulan film yang aku punya! Fyi, laptop aku punya 2 harddisk internal, masing-masing 195GB, harddisk yang satu free-nya 75,1GB lagi (3/4 dari totalnya itu film semua!), harddisk satu lagi free-nya tinggal 12,5GB (97% isinya film, sisanya MV atau mp3). Digital hoarder bisa sembuh gak sih, Om? :))
seru nih komentarnya.. baru sempet komen sekarang setelah baca-baca kemaren..
nyumbang cerita soal digital hoarding aja deh kalo gitu.
– dulu pas jaman SMA sempet ngumpulin foto-foto kecengan (walaupun cuma belasan orang sih) dan bertahan sampe masa kuliah gitu, dibikin folder-folder (termasuk yang akhirnya jadi mantan). tapi gatau deh kayaknya komputer di rumah semenjak ditinggal jadi ga bersisa lagi itu kemana.. 🙁
– lanjut ke pas udah kerja, kebetulan kerja di media jadi setiap hari pasti bikin berita, jadi selalu ngarsipin hasil tulisan perhari (baik terjemahan ataupun hasil liputan sendiri). Filenya cuma .rtf jadi ga makan-makan space amat, sekarang sih otomatis masuk dropbox, praktis.
– soal film dan serial kayaknya sama deh, berat dan ga rela banget rasanya harus ngehapusin file2 yang udah ketonton (apalagi belom). Belakangan ini sih kecenderungannya lebih selektif untuk keep series ama film, soalnya belom bisa apdet harddisk. (*berharap dikirimin eksternal 3TBnya penulis)