Sebagian besar – ya, tidak semua – kamera bertajuk Lumix adalah kamera yang menyenangkan untuk digunakan. Fitur mungkin tidak banyak berbeda dari kamera lain di kelas yang sama, tapi entah kenapa Panasonic Lumix selalu punya nilai lebih yang tidak dimiliki kamera lain; boleh dibilang, Lumix punya faktor X yang dicari banyak fotografer, baik yang serius maupun yang hanya ingin mengabadikan momen-momen pribadi.
Thanks to mbak @venustweets, hari ini saya berkesempatan mencoba Lumix GF6, seri GF terbaru dari Panasonic. It is my pleasure to tell you that the thrill of using Lumix cameras is still there!
Saya tidak pernah suka kontrol Panasonic Lumix seri GF. Mungkin karena saya pengguna DSLR yang sudah begitu terbiasa dengan kontrol kamera Canon. Mungkin juga karena design Lumix GF yang memang tidak sesuai dengan selera saya. Tapi ketidaksukaan saya tidak menghalangi saya mendapatkan gambar-gambar yang bagus.
Satu yang saya suka dari GF6 adalah bentuknya yang ringkas. Dibanding NX300 yang saya pakai setiap hari, GF6 ini hampir 30% lebih kecil. Lensa 14-42mm yang disertakan Panasonic dalam bundling produk ini juga ringkas, meski tidak seringkas versi motorized yang sempat populer bersama GF5 beberapa waktu lalu.
Sensor GF6 boleh jadi ‘hanya’ berukuran 17.3x13mm, tapi sensor sebesar ini sudah mampu menangkap gambar dengan ukuran maksimal 16-megapixel dan kualitas prima. Kemampuan low-lightnya juga mencengangkan, hampir setara dengan NX300 yang punya sensor berukuran APS-C.
Satu lagi yang saya suka dari GF6: mode Intelligent Auto. Ada tombol khusus untuk mengaktifkan mode iA ini di bagian atas kamera. Ketika mode iA aktif, tombol tadi berpendar (rasanya tidak perlu, tapi tombol dengan LED seperti ini cukup atraktif). Mode iA di Panasonic Lumix GF6 sudah jauh lebih baik, sangat bisa diandalkan. Dihadapkan pada kondisi sulit seperti backlit, otak kamera ini bisa menginterpretasi kondisi pencahayaan dengan baik.
Oh iya. GF6 juga dilengkapi layar sentuh berukuran 3-inci. Lagi-lagi saya harus mengeluh tentang kontrolnya yang terasa janggal. Iconnya terlalu kecil untuk orang-orang berjari besar seperti saya (come on, Panasonic!). Nevertheless, hadirnya layar sentuh membuat menu yang tadinya terbenam di antara tumpukan tombol jadi lebih mudah diakses.
Sayangnya saya hanya sempat mencoba kamera ini sekilas saja. Untuk review lengkap, kita tunggu tulisan dari mbak @venustweets di simbokvenus.com, oke?
Update
Review Panasonic Lumix GF6 bikinan mbak Venus sudah tersedia. Yang mau baca bisa langsung meluncur ke: http://simbokvenus.com/2013/12/11/lumix-gf6-ringan-dan-gampang/
5 Comments
Pingback: Lumix GF6, Ringan dan Gampang | Sometimes you have to go a little crazy to stay a little sane
Pingback: Uji Coba Lumix GF6: Sehari di Puncak | backpackstory
Yak, sama. Yang gue kurang suka adalah kontrolnya. Ribet banget untuk ngeset ISO dll harus masuk menu touch screen yang iconnya sungguh kecil-kecil.
#cahsony lagi comment di atas. Kontrol mah masalah kebiasaan aja. Untuk foto gue masih suka GX7 gue, walaupun sedikit tergoda punya Fuji. Kemaren sempet pake A6000, tapi gue jual lagi, karena SONY itu bagus, tapi mesti pake acara postpro biar makin oke. Sementara FUJI dan Lumix punya sesuatu yang spesial.
Buat vlog mah tetep pake Canon G7X karena layarnya bisa diputer ke depan.
btw. itu linknya venus to mars, fails.
Iya, Sony memang perlu sedikit post processing biar maksimal. Agak kangen pake Canon sih, sebenernya tergoda sama EOS M3.
Thanks for spotting the dead link, Mas. Blognya siMbok emang ganti domain belum lama.