My iPhone SE Story

Sejak pertama kali iPhone SE diumumkan, gue sebenarnya sudah jatuh hati. IPhone SE ini memadukan bodi klasik dan ringkas ala iPhone 5/5s dengan spesifikasi yang setara dengan iPhone 6s. Sounds like a dream phone, right?

I’ve always loved Android. Stock Android di ponsel yang hardwarenya mendukung seperti Xiaomi Mi4c memang menyenangkan banget digunakan. Gue nggak terlalu sering nge-game di ponsel. Aktivitas terbanyak biasanya hanya seputar social media dan email atau messaging, jadi kombinasi ukuran ringkas dan spesifikasi oke Mi4c terasa pas banget.

Ketika akhirnya khilaf pindah ke iOS dan beralih ke iPhone SE, ada beberapa ketakutan yang menghantui. Bagaimana kalau ternyata jadi lebih ribet dari biasanya? Bagaimana kalau selama ini gue hanya suka iPhone SE karena berharap banyak dari ponsel ini? Bagaimana kalau akhirnya gue kecewa?

Smooth Transition

Gue lupa kalau Apple dan iOS jago banget menghadirkan user experience yang menyenangkan. Pindah dari Android ke iOS terasa seamless. Google Contacts dan service Google lainnya semua tersedia untuk iOS. User interface iOS 9 yang terinstall di iPhone SE juga tidak banyak memberikan hambatan. Beberapa fitur yang selama ini jadi sumber ketakutan gue – kaya AirDrop yang di iPod Touch sering sekali ngadat – ternyata berjalan dengan baik.

Soon, I was deep into the iOS experience. Tiba-tiba jadi pengguna ponsel super-ringkas yang menyenangkan sekali di tangan. Sure, bodynya memang tidak seenak yang gue bayangkan ketika digenggam tangan. Sudut-sudutnya sedikit terlalu tajam dan kadang tidak nyaman di genggaman. Tapi gue beruntung menemukan case Spigen Neo Hybrid yang ternyata pas banget.

Tidak sampai seminggu, gue sudah menikmati sekali jadi pengguna iOS. Semua apps yang gue butuh tersedia dan tidak banyak fitur Android yang gue rindukan. IOS 10 malah bikin gue makin cinta sama si iPhone SE ini.

Kamera Yang Istimewa

Kalau ada satu hal yang gue suka banget dari iOS dan iPhone SE ini, itu adalah kameranya. Memang ada beberapa flagship Android yang kameranya lebih bagus dari iPhone, terutama iPhone SE ini. Pun begitu, tanpa Optical Image Stabilization, kamera iPhone SE tetap bisa menghasilkan foto yang jernih dan penuh detail – dengan warna yang natural – di berbagai kondisi.

Hal lain yang gue selalu suka dari iOS adalah API kameranya. Tidak seperti di Android, hasil foto kamera iPhone SE ini tetap bagus – sebagus aslinya – meskipun gue pakai 3rd-party camera app. Ini beda banget dari Android yang meski kameranya bagus, tapi hasil foto langsung di Twitter for Android atau rekaman video untuk Instagram Story kadang tidak sebagus hasil camera app bawaannya.

Kemudian Mulai Kangen

I have to admit that I’m an Android guy. I’ll always be one. Terlepas dari segala kelebihan yang ditawarkan iOS dan iPhone SE, terutama ukurannya yang akan sulit disaingi ponsel Android, gue tetap kangen beberapa hal dari Android.

Gue kangen betapa mudahnya memindahkan foto dari kamera ke ponsel di Android. Tinggal tap NFC dan semuanya berjalan otomatis. Gue juga kangen enaknya drag-and-drop foto atau file dari laptop ke ponsel, juga sebaliknya. More importantly, gue kangen kebebasan-kebebasan yang ditawarkan Android; that sense of being in control.

Kemudian hadir Google Pixel, semacam surat cinta dari Google yang mengingatkan gue untuk kembali ke Android. I probably will, especially when I can get my hands on a Google Pixel later in the future. Untuk sementara ini, iPhone SE akan jadi ‘selingkuhan’ yang sangat, sangat menyenangkan.

2 Comments

  1. Hi Ary Mozta, I like the way you told about iphone 5 SE, your personal affair. 😉

Leave A Reply

Navigate